Graffiti and bomber
Di Amerika lah graffiti pertama kali ditemukan, karena semakin banyaknya bomber-bomber yang membom-bardir sudut-sudut kota di Amerika, akhirnya pemerintah mulai menyediakan sebuah lahan untuk para bomber mengekplorasikan karya-karya mereka. Di Philadelphia misalnya. Pada tahun 1984, Philadephia Anti-Graffiti Network (PAGN) yang tadinya sangat menentang seni ini akhirnya meciptakan sebuah program yang diberi nama Mural Arts Program. Program ini menyediakan tempat yang sangat layak, namun jika para bomber tersebut membuat graffiti di luar wilayah tersebut, maka hukuman yang berat pun harus siap mereka terima.
Di kota New York tahun 1995, Mayor Rudolph Giuliani dari membuat sebuah pasukan yang dinamakan Anti-Graffiti Task Force, yaitu pasukan yang dibuat untuk memberantas para bomber yang berkeliaran di kota ini. Selain itu para penjual cat semprot hanya boleh menjual dagangannya pada orang yang sudah berumur 18 tahun ke atas dengan menunjukan identitas mereka tersebut. Para bomber yang tertangkap juga harus membayar denda sebesar US$ 350, yang tentunya sangat memberatkan para bomber. Akhirnya salah seorang bomber terkenal NYC yang bernama Zephyr melakukan serangkaian usaha untuk melegalkan kegiatan ini, yaitu dengan menulis surat ke pemerintah. Peter Vallone, Jr. yang pada saat itu menjabat sebagai anggota pemerintahan melegalkan permintaan tersebut pada tanggal 1 Januari 2006, namun dengan syarat para bomber yang melakukan kegiatan tersebut harus berumur 21 tahun ke atas.
Graffiti sekarang mulai memasuki masa keemasannya, selain di Indonesia sendiri, di Amerika atau tepatnya di Brooklyn Museum sering diadakan pameran graffiti yang kini disebut juga sebagai seni kontemporer. Berbagai bomber profesional seperti Crash, Lee, Daze, Keith Haring dan Jean-Michel Basquiat menjadi pahlawan dalam seni graffiti. Sekitar 22 bomber ikut berpartisipasi dalam pameran ini. Lain di Amerika lain pula di Australia. Negara yang satu ini bahkan menjadikan graffiti sebagai lomba publik yang selalu memiliki jumlah peserta yang sangat banyak.
Di kota New York tahun 1995, Mayor Rudolph Giuliani dari membuat sebuah pasukan yang dinamakan Anti-Graffiti Task Force, yaitu pasukan yang dibuat untuk memberantas para bomber yang berkeliaran di kota ini. Selain itu para penjual cat semprot hanya boleh menjual dagangannya pada orang yang sudah berumur 18 tahun ke atas dengan menunjukan identitas mereka tersebut. Para bomber yang tertangkap juga harus membayar denda sebesar US$ 350, yang tentunya sangat memberatkan para bomber. Akhirnya salah seorang bomber terkenal NYC yang bernama Zephyr melakukan serangkaian usaha untuk melegalkan kegiatan ini, yaitu dengan menulis surat ke pemerintah. Peter Vallone, Jr. yang pada saat itu menjabat sebagai anggota pemerintahan melegalkan permintaan tersebut pada tanggal 1 Januari 2006, namun dengan syarat para bomber yang melakukan kegiatan tersebut harus berumur 21 tahun ke atas.
Graffiti sekarang mulai memasuki masa keemasannya, selain di Indonesia sendiri, di Amerika atau tepatnya di Brooklyn Museum sering diadakan pameran graffiti yang kini disebut juga sebagai seni kontemporer. Berbagai bomber profesional seperti Crash, Lee, Daze, Keith Haring dan Jean-Michel Basquiat menjadi pahlawan dalam seni graffiti. Sekitar 22 bomber ikut berpartisipasi dalam pameran ini. Lain di Amerika lain pula di Australia. Negara yang satu ini bahkan menjadikan graffiti sebagai lomba publik yang selalu memiliki jumlah peserta yang sangat banyak.
bagaimana y lo di indonesia..bln taw soal bomber jalanan..
ReplyDeletedi indo juga sering diadakan pameran grafiti bro,,,
ReplyDelete